BAKN Minta Persoalan Rokok Ilegal Harus Dipecahkan
Anggota BAKN DPR RI Mukhamad Misbakhun saat menggelar pertemuan bersama jajaran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I. Foto: Bianca/nvl
Berdasarkan pertimbangan bahwa penerimaan cukai hasil tembakau yang besar dan cenderung meningkat setiap tahunnya, selain itu dampak yang luas terhadap masyarakat serta masih banyak lagi permasalahan yang diungkap dalam hasil pemeriksaan BPK RI, maka pada Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan penelaahan kepabeanan dan cukai hasil tembakau.
Salah satu langkah yang dilakukan BAKN DPR RI adalah dengan menggelar pertemuan bersama jajaran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I dalam rangka penelaahan BAKN DPR RI terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait Kepabeanan dan Cukai, di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (30/8/2022).
Menurut Anggota BAKN DPR RI Mukhamad Misbakhun sebagai salah satu penghasil cukai terbesar di Indonesia, Jawa Timur memiliki kesiapan yang lebih bagus dibanding daerah lain. Pada kondisi tersebut menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi yang sangat besar dan penting dalam hal arus penerimaan cukai tembakau di Indonesia.
"Jawa Timur ini memang mempunyai kekhasan yang luar biasa di bidang cukai tembakau, karena salah satu provinsi penerima dana bagi hasil cukai tembakau terbesar, yaitu Rp2 triliun lebih, dan ini menunjukkan bahwa selain sebagai produsen tembakau, juga produsen industri hasil tembakau yang sangat besar," ujar Misbakhun.
Lebih lanjut, terkait masih adanya persoalan rokok ilegal, politisi Partai Golkar itu menilai hal tersebut harus segera dipecahkan. Utamanya mengingat di Jawa Timur memiliki Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang terletak di Madura, Jawa Timur. Kawasan KIHT sendiri merupakan program pemerintah untuk menekan peredaran rokok ilegal.
"Kawasan Industri Hasil Tembakau yang merupakan program pemerintah untuk menekan rokok ilegal ini baru berjalan di Madura, belum daerah-daerah yang lain, dan ini butuh dorongan, butuh dukungan, dan butuh inisiatif dari bea cukai dan pemerintah daerah untuk saling berkolaborasi dalam rangka menekan rokok ilegal itu," imbuh legislator daerah pemilihan (dapil) Jatim II itu kepada Parlementaria.
Untuk itu, pihaknya mendorong penuh kawasan KIHT untuk direalisasikan di daerah lain untuk dapat menekan peredaran rokok ilegal. "KIHT sebagai sebuah konsepsi untuk mendorong industri kecilnya itu hidup, dan kemudian beroperasi dan menjalankan regulasi tentang pungutan cukai, ya harus segera diwujudkan," jelasnya.
Diketahui, penerimaan cukai menjadi kontributor sekaligus mencatat pertumbuhan paling signifikan sebagai dampak kebijakan relaksasi pelunasan pemesanan pita cukai rokok dan kebijakan penyesuaian tarif pita cukai rokok. Dari sisi pemeriksaan BPK RI, masih terdapat beberapa permasalahan ketidakpatuhan terhadap cukai tembakau tersebut. (bia/sf)